Penyusunan
Politik Dan Strategi Nasional
Politik
dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan
sistem kenegaraan menurut UUD 1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat
dimana jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945
disebut sebagai “Suprastruktur Politik”, yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA.
Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “Infrastruktur
Politik”, yang mencakup pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat,
seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok
kepentingan (interest group) dan kelompok penenkan (pressure group). Antara
suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki
kekuatan yang seimbang.
Mekanisme
penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur
oleh Presiden (mandataris MPR). Dalam
melaksanakan tugasnya ini presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara
lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinasi seperti Dewan
Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Dewan Tenaga
Atom, Dewan Penerbangan dan antariksa Nasional RI, Dewan Maritim, Dewan Otonomi
Daerah dan dewan Stabitas Politik dan Keamanan. Sedangkan proses penyusunan
politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik dilakukan
setelah Presiden menerima GBHN, selanjutnya Presiden menyusun program
kabinetnya dan memilih menteri-menteri yang akan melaksanakan program kabinet
tersebut. Proses politik dan strategi nasional di infrastruktur politik
merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia dalam rangka
pelaksanaan strategi nasional yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi,
sos bud dan hankam.Sesuai dengan kebijakan politik nasional maka penyelenggara
negara harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan pembinaan terhadap semua
lapisan masyarakat dengan mencantumkan sebagai sasaran sektoralnya. Pandangan
masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi, sos bud maupun hankam akan
selalu berkembang hal ini dikarenakan oleh:
- Semakin
tingginya kesadaran bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
- Semakin
terbukanya akal dan pikiran untuk memperjuangkan haknya.
- Semakin
meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan
hidup.
- Semakin
meningkatnya kemampuan untuk mengatasi persoalan seiring dengan semakin
tingginya tingkat pendidikan yang ditunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
- Semakin
kritis dan terbukanya masyarakat terhadap ide-ide baru.
Stratifikasi
Politik Nasional
Berdasarkan
stratifikasi dari politik nasional dalam negara RI, sebagai berikut:
1.
Tingkat Penentu Kebijakan Puncak.
a.
Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang lingkupnya
menyeluruh secara nasional yang mencakup : penentuan UUD, penggarisan masalah
makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan nasional (national
goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya dalam
berbagai GBHN dengan Ketetapan MPR.
b.
Dalam hal-hal dan keadaan tersebut yang menyangkut kekuasaan kepala negara
seperti tercantum dalam pasal 10 s/d 15 UUD 1945, maka dalam penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk pula kewenangan
Presiden sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional
yang ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan berupa: Dekrit,
Peraturan atau Piagam Kepala Negara.
2.
Tingkat Kebijakan Umum.
a.
Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan
puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan
mengenai masalah-masalah makro strategis guna mencapai tujuan nasional dalam
situasi dan kondisi tertentu. Hasil-hasilnya dapat berbentuk :
- Undang-Undang
yang kekuasaan pembuatannya terletak ditangan Presiden dengan persetujuan
DPR (UUD 1945 pasal 5 (1))atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
- Peraturan
Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan Undang-Undang yang wewenang
penerbitannya berada di tangan Presiden (UUD 1945 pasal 5 (2)).
- Keputusan
atau Instruksi Presiden yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam
rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku
(UUD 1945 pasal 4 (1)).
- Dalam
keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.
3.
Tingkat Penentu Kebijakan Khusus.
Kebijakan
khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area)
pemerintah sebagai penjabaran terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi,
administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan khusus terletak pada
Menteri, berdasarkan dan sesuai dengan kebijakan pada tingkat diatasnya.
Hasilnya dirumuskan dalam bentuk
Peratuan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang
dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam
keadaan tertentu dapat dikeluarkan pula Surat Edaran Menteri.
4.
Tingkat Penentu Kebijakan Teknis.
Kebijakan
teknis meliputi penggarisan dalam suatu sektor dibidang utama tersebut diatas
dalam bentuk prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan
kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis terletak ditangan Pimpinan
Eselon Pertama Departemen Pemerintahan dan Pimpinan Lembaga-Lembaga Non
Departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan,
Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lemabaga Non Departemen atau Direktorat
Jenderaldalam masing-masing sektor atau segi administrasi yang
dipertanggungjawabkan kepadanya. Didalam tata laksana pemerintahan, Sekretaris
Jenderal (Sekjen) sebagai pembantu utama Menteri bertugas untuk mempersiapkan
dan merumuskan kebijakan khusus Menteri dan Pimpinan Rumah Tangga Departemen.
Selain itu Inspektur Jenderal dalam suatu Departemen berkedudukan sebagai
Pembantu Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian ke dalam Departemen.
Ia mempunyai wewenang pula untuk mempersiapkan kebijakan khusus Menteri.
5.
Kekuasaan Membuat Aturan Di Daerah.
Kekuasaan
membuat aturan di daerah dikenal dua macam:
a.
Penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan Pemerintahan Pusat di daerah yang
wewenang pengeluarannya terletak pada Gubernur, dalam kedudukannya sebagai
Wakil Pemerintahan Pusat Di Daerah yuridiksinya masing-masing, bagi daerah
tingkat I pada Gubernur dan bagi daerah tingkat II pada Bupati atau Wali Kota.
Perumusan hasil kebijakan tersebut dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi
Gubernur untuk propinsi dan instruksi Bupati atau Wali Kota untuk kabupaten
atau kota madya.
b.
Penentuan kebijakan pemerintah daerah (otonom) yang wewenang pengeluarannya
terletak pada Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan
tersebut diterbitkan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah
Tingkat I atau II, keputusan dan instruksi Kepala Daerah Tingkat I atau II.